Pengertian Agama
Kata
agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak
dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan
berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini
memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya
dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut
Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari
seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi,
sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh
penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu
dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian
itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal
dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti
mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian
bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal)
dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71)
Agama
itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara
misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan itu
manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan
ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang
kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya
untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.
Islam
juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang
dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4).
Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin
manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis,
agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan
yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan
Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab
agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin
Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47)
lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau
kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun
kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda
dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem
keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan diseberang sana.
Dengan
agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme, Bodhisatwa
dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan Allah”
(Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam.
Sijabat telah merumuskan agama sebagai berikut:
“Agama
adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya
terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha
luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap
Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi,
1985:75)
Uraian
Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan
yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang
terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala
isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas
atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.
2. Agama dan Budaya
Budaya
menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan,
tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi
budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain
cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam
masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal
teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud
dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach
berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa
mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi
sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan,
menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187).
Lebih
tegas dikatakan Geertz (1992:13), bahwa wahyu membentuk suatu struktur
psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi
sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka.
Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam
bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah
disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi
manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu
agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis,
budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor
kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda
walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen
yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu
sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda.
Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana
pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan
antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan
yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama
tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan
kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya
(Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama
berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti
mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk
etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada
pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia
sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi
dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru
berdasarkan inspirasi agama.
3. Agama dan budaya Indonesia
Jika
kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri
dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha,
Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79)
Lapisan
pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan
penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu
Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di
Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah
berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang
sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian
dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi
kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat
luhur.
Lapisan
kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan
pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada
solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju
kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam
Asi, aku adalah engkau.
Lapisan
ketiga adalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi
ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri
dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan
keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata
tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang
baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada
pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam
pembentukan budaya bangsa.
Lapisan
kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini
menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang
dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak
menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional
tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri.
Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan,
rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Dipandang
dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya
agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping
pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil
mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa
tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah
mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah
mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini
beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang
beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid
ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan
alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan
antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan
perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India
sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159).
Kenyataan
adanya legacy tersebut membuktikan bahwa agama-agama di Indonesia telah membuat
manusia makin berbudaya sedang budaya adalah usaha manusia untuk menjadi
manusia.
4. Agama-agama sebagai aset bangsa
Dari
segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah aset bangsa, sebab agama-agama itu
telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai warisan yang perlu dipelihara. Kalau
pada waktu zaman lampau agama-agama bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman
milenium ke 3 ini agama-agama perlu bersama-sama memelihara dan mengembangkan
aset bangsa tersebut. Cita-cita ini barulah dapat diwujudkan apabila setiap
golongan agama menghargai legacy tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah
sebaliknya sebab kita tidak sadar tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan
budaya Indonesia. Karena ketidak sadaran itu maka kita melecehkan suatu
golongan agama sebagai golongan yang tidak pernah berbuat apa-apa. Kalaupun
besar nilainya, tapi karena hasil-hasil itu bukan dari golonganku, maka kita merasa
tidak perlu mensyukurinya. Lebih buruk lagi, jika ada yang berpenderian apa
yang diluar kita adalah jahat dan patut dicurigai. Persoalan kita, bagaimana
kita dapat menghargai monumen-monumen budaya itu sebagai milik bangsa, untuk
itu kita perlu:
- Mengembangkan religius literacy
Tujuannya
agar dalam kehidupan pluralisme keagamaan perlu dikembangkan religious
literacy, yaitu sikap terbuka terhadap agama lain yaitu dengan jalan
melek agama. Pengembangan religious literacy sama dengan pemberantasan buta huruf
dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini penganut agama buta huruf terhadap
agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu diadakan upaya pemberantasan buta
agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang sering tertutup dan fanatik
tanpa menghiraukan bahwa ada yang baik dari agama lain. Kalau orang mengetahui
agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang beragama dalam penyerahan
diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap mengetahui agama ini membebaskan
umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu dengan yang lain. Para
pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan keselarasan tanpa bertendensi
menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi Purnomo, 2003).
- Mengembangkan legacy spiritual dari
agama-agama
Telah
kita ungkapkan sebelumnya tentang legacy spiritual dari setiap agama di
Indonesia. Legacy itu dapat menjadi wacana bersama menghadapi
krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini. Masalah yang kita hadapi yang
paling berat adalah masalah korupsi, supremasi hukum dan keadilan sosial.
Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa setiap agama mempunyai modal
dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut, tetapi belum pernah ada suatu
wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu pendapat bersama yang bersifat
operasional.
Agaknya
setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan
masalah-masalah bangsa dan penanggulanganny
Daftar
Pustaka
Andito, Atas
Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik, Bandung,
Pustaka Hidayah, 1998.
Budi
Purnomo, Alays, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003.
Geertz,
Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Koentjaraningrat, Pengantar
Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990
O’Dea,
Thomas, Sosiologi Agama, Jakarta: CV Rajawali, 1984.
Mulyono
Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta;
Pustaka Sinar Harapan, 1982.
Tule,
Philipus, Wilhelmus Julei, ed Agama-agama, Kerabat Dalam Semesta,
Flores:Penerbit Nusa Indah, 1994.
Wach,
Jajachim, Ilmu Perbandingan agama, Jakarta : CV Rajawali, 1984.
Telah
kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang
juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara
kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjagakelestariannya.Hal ini
membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil
yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan
semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Faktor – faktor yang menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru
Perubahan-perubahan
social adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilakuan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk
perubahan sosial:
- Perubahan yang terjadi secara lambat dan
perubahan yang terjadi secara cepat
- Perubahan yang pengaruhnya kecil dan
perubahan yang besar pengaruhnya
- Perubahan yang dikehendaki atau
direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan
Faktor
yang menyebabkan perubahan sosial
- Bertambah atau berkurangnya penduduk
- Penemuan-penemuan Baru
- Pertentangan
- Terjadinya Pemberontakan atau
revolusi di dalam Tubuh masyarakat itu sendiri
- Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan
alam fisik yang ada di sekitar manusia
- Peperangan
- Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Faktor
yang Mempengaruhi Jalannya Perubahan Sosial
1.
Kontak dengan kebudayaan lain
2.
Sistem Pendidikan Formal yang Maju
3.
Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
4.
Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang yang bukan
merupakan delik
5.
Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat
6.
Penduduk yang heterogen
7.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
8.
Orientasi ke masa depan
9.
Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar umtuk memperbaiki hidupnya
Poses-Proses
Perubahan Sosial:
- Penyesuaian Masyarakat Terhadap Perubahan
- Saluran-Saluran Perubahan Sosial dan
Kebudayaan
- Disorganisasi dan Reorganisasi
https://damayanti327.wordpress.com/about/hubungan-agama-dan-budaya-tinjauan-sosiokultural/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar